ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA PADA MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER DENGAN PENDEKATAN SNOWBALL THROWING TERHADAP SISWA SMP Imam Kusmaryono Pendidikan Matematika FKIP Universitas Islam Sultan Agung Email : kusmaryonoi@yahoo.co.id ABSTRAK Matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar matematika. Penalaran adalah suatu kegiatan berfikir khusus dimana terjadi suatu penarikan kesimpulan dari beberapa premis. Penalaran juga dapat diartikan sebagai hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kemampuan penalaran matematika dan aktivitas siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing pada pokok bahasan keliling dan luas segi empat terhadap siswa kelas VII SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang. Prosedur penelitian dilakukan dengan menganalisis hasil observasi aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa (hasil jawaban tes siswa), menggunakan instrumen pengamatan serta panduan penilaian aspek penalaran. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing pada pokok bahasan keliling dan luas segi empat terhadap siswa kelas VII SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang adalah baik, dan aktivitas belajarnya masuk kategori aktivitas yang tinggi. Kata Kunci : analisis, penalaran, numbered heads together, dan snowball throwing PENDAHULUAN Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan: (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan orientasi kurikulum dengan tidak membebani peserta didik dengan konten 1 namun pada aspek kemampuan esensial yang diperlukan semua warga negara untuk berperanserta dalam membangun negara pada masa mendatang. Sejalan dengan hal tersebut di atas, banyak temuan yang menginformasikan bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah masih diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, dan kurang pada penekanan kemampuan bernalar untuk pemecahan masalah yang dihubungkan dengan kehidupan sehari -hari. Akibatnya, ketika siswa lulus dari sekolah, mereka hanya pintar secara teoritis tetapi mereka miskin aplikasi. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah merupakan kebutuhan dasar manusia. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilaksanakan dengan berlatih mengembangkan kemampuan bernalar dan menyelesaikan masalah. Matematika sebagai suatu disiplin ilmu merupakan sarana yang dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan tersebut. Sebagai disiplin ilmu, matematika dapat dipandang sebagai ilmu dasar yang perlu mendapat perhatian besar, lebih-lebih dalam menyongsong era globalisasi. Sehingga, pendidikan metematika memerlukan perhatian yang serius mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, serta perlu terus menerus dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman. KAJIAN PUSTAKA Pengertian Matematika Menurut Johnson dan Rising (dalam Erman Suherman, dkk, 2001: 19) ”matematika adalah pola berpikir, pola pengorganisasian, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representatif dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi”. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menjadi acuan pembelajaran di Indonesia merinci empat jenis kemampuan penting yang harus dikuasai oleh siswa, di antaranya: pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication) dan menghargai kegunaan matematika sebagai tujuan pembelajaran matematika SD, SMP, SMA dan SMK, di samping tujuan yang berkaitan dengan pemahaman konsep seperti yang sudah dikenal selama ini. Dari sini jelas bahwa 2 kemampuan bernalar (reasoning ability) merupakan salah satu kompetensi matematika yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika. Dalam Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2006 disebutkan tujuan pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Penalaran Matematika Penalaran adalah suatu kegiatan berfikir khusus dimana terjadi suatu penarikan kesimpulan yang disimpulkan dari beberapa premis. Penalaran juga dapat diartikan sebagai hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau pengalaman (Poerwadarminta, 2002: 786). Dijelaskan pula pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 (Depdiknas, 2004) tentang indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa. Indikator yang menunjukkan penalaran antara lain adalah: a. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram; b. Kemampuan mengajukan dugaan; c. Kemampuan melakukan manipulasi matematika; d. Kemampuan menyusun bukti, memberikan bukti terhadap kebenaran solusi; e. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan; f. Memeriksa kesahihan suatu argumen; g. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. 3 Materi matematika dan penalaran matematika merupakan 2 (dua) hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatih melalui pelajaran matematika. Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu: (a) Penalaran Deduktif adalah merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal sebelumnya telah dibuktikan kebenarannya. Argumen secara deduktif dapat digunakan untuk memperoleh sebuah kesimpulan yang valid. Pada penalaran deduktif digunakan konsistensi pikiran dan konsistensi logika. (b) Penalaran Induktif adalah merupakan proses berfikir untuk menarik kesimpulan tentang hal umum yang berpijak pada hal khusus. Argumen secara induktif digunakan untuk memperoleh kesimpulan yang kuat. Pada penalaran induktif, dari kebenaran suatu kasus khusus dapat disimpulkan kebenaran untuk semua kasus. (Lehman, 2001:1) Kemampuan Penalaran Kemampuan penalaran matematika adalah kemampuan dalam menarik kesimpulan melalui langkah-langkah formal yang didukung oleh argumen matematis berdasarkan pernyataan yang diketahui benar atau yang telah diasumsikan kebenarannya, yang dilihat dari hasil tes siswa dalam mengerjakan soal-soal tipe penalaran. Penalaran matematika memiliki peran penting dalam proses berpikir seseorang. Rochmad (2008) menyatakan bahwa ciri utama penalaran dalam matematika adalah deduktif. Atau dengan perkataan lain matematika bersifat deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai suatu akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antara konsep atau pernyataan matematika bersifat konsisten. Selain untuk menemukan kesimpulan yang valid atau kuat, Lehman (dalam Dewi, 2009) menyebutkan manfaat lain dari penalaran sebagai berikut: (a) Memperluas keyakinan ( extending belief); (b) Menemukan kebenaran (getting at the truth); (c) Meyakinkan (persuading); dan (d) Menjelaskan (explaining). Ross (dalam Rochmad, 2008) menyatakan salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan kepada siswa penalaran logis (logical reasoning). Bila kemampuan bernalar tidak dikembangkan, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contohcontoh tanpa mengetahui maknanya. 4 Penilaian Kemampuan Penalaran Penilaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan hasil belajar (Wardhani, 2004:4). Studi mengenai penilaian kemampuan penalaran matematika siswa pernah dilakukan oleh Jill Thompson dalam risetnya yang berjudul “'Asessing Mathematical Reasoning” pada akhir tahun 2006. Dari hasil riset yang dilakukannya, Thompson mengemukakan bahwa dalam mengukur kemampuan penalaran matematika siswa dapat dilakukan melalui tes formal. Tes diberikan untuk melihat bagaimana kemampuan kognitif siswa dalam menyelesaikan soal-soal secara formal. Selain itu, untuk kriteria penskoran soal-soal penalaran disajikan oleh Thomson (2006) seperti yang tertera dalam tabel berikut. Tabel 1. Kriteria Penskoran Soal Penalaran 4 3 2 / 1 0 Skor Kriteria Respon (penyelesaian) diberikan secara lengkap dan benar. Respon diberikan dengan satu kesalahan/ kekurangan yang signifikan Respon (penyelesaian) benar secara parsial dengan lebih dari satu kesalahankekurangan yang signifikan. Respon (penyelesaian) tidak terselesaikan secara keseluruhan namun mengandung sekurang-kurangnya satu argumen yang benar. Respon (penyelesaian) berdasarkan pada proses atau argumen yang salah, atau tidak ada respon sama sekali Dengan menggunakan teknik penilaian di atas, diperoleh hasil mengenai kemampuan penalaran matematika secara formal. (Dirjen Dikdasmen dalam Shadiq, 2007). Sedangkan soal-soal penalaran memiliki karakteristik tersendiri. Sa'dijah (dalam Nizard, 2009: 75) menjelaskan tentang karakteristik soal matematika yang termasuk ke dalam kategori penalaran sebagai berikut: a. Soal yang meminta siswa untuk menyajikan suatu pernyataan matematika baik lisan, tertulis maupun diagram; b. Soal yang meminta siswa untuk menarik kesimpulan, menyusun bukti dan menarik kesimpulan terhadap kebenaran solusi; c. Soal yang mengharuskan siswa untuk menarik kesimpulan dari suatu pernyataan; d. Soal yang memungkinkan siswa untuk memeriksa keshahihan argumen; e. Soal yang meminta siswa untuk melakukan manipulasi matematika; 5 f. Soal yang meminta siswa untuk menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi; g. Soal yang meminta siswa untuk mengajukan dugaan. Pengertian Belajar, Hasil Belajar dan Aktivitas Belajar Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, kepribadian dan persepsi manusia. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi lingkungannya (Slameto 2003 : 2). Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Amin, 2006: 5), sedangkan menurut Hamalik, 2008, Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian-pengertian, sikap-sikap, apersepsi, abilitas dan keterampilan setelah mengalami proses belajar. Gagne mengemukakan ada lima kategori hasil belajar yakni: informasi verbal, kecepatan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga kawasan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai merupakan hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar yang dipakai pada penelitian ini adalah hasil belajar kognitif pada materi luas dan keliling bangun datar yang diperoleh siswa kelas VII semester 2 SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang setelah dilaksanakan pembelajaran. Dalam belajar diperlukan suatu aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, ”learning by doing.” Berbuat untuk mengubah tingkah laku yang ditunjukkan dengan melakukan perbuatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Seperti dikemukakan Frobel (dalam Sardiman, 2007) bahwa dalam belajar sangat memerlukan kegiatan berfikir dan berbuat. Dalam buku yang sama Montessori menegaskan bahwa anak-anak memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri sehingga lebih banyak melakukan aktivitas dalam pembentukan diri anak itu sendiri, sedangkan pendidik memberi bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik/siswa. Perlu ditambahkan bahwa yang dimaksud aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar ke dua aktivitas itu harus selalu 6 berkait. Sehubungan dengan hal ini, Piaget (dalam Sardiman, 2007) menerangkan bahwa seseorang anak itu berfikir sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berfikir. Oleh karena itu agar anak berfikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Berfikir pada taraf verbal baru akan timbul setelah anak itu berfikir pada taraf perbuatan. Jelas bahwa aktivitas itu dalam arti luas, baik yang bersifat fisik maupun mental. Kaitan antar keduanya akan membuahkan aktivitas belajar yang optimal. Menurut Paul B. Diedrich (dalam Sardiman, 2007) aktivitas siswa dalam belajar digolongkan atas 8 kelompok sebagai berikut. a) Visual Activities, meliputi: memperhatikan dari gambar demonstrasi , membaca, percobaan dari pekerjaan orang lain. b) Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. c) Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik. d) Writing Activities, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin. e) Drawing Activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. f) Motor Activities, misalnya: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, beternak. g) Mental Activities, misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa hubungan, mengambil keputusan. h) Emotional Activities, seperti: menaruh minat, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup, merasa bosan. Jadi klasifikasi aktivitas di atas menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariatif. Jika berbagai aktivitas tersebut dapat dikondisikan selama proses pembelajaran maka pembelajaran lebih dinamis. Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) Model pembelajaran NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. NHT ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie, 2008:59). 7 Pembelajaran Numbered Heads Together adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada strutur-struktur khusus yang direncanakan untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Numbered Heads Together diawali dengan guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Setelah kelompok terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap kelompok. Kemudian, tiap-tiap kelompok berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru. Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang diterimanya dari guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban-jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh. (Agus Suprijono, 2010:92). Variasi dalam Numbered Heads Together (NHT) : a) Untuk masalah dengan jawaban lebih dari satu, guru dapat meminta siswa dari setiap kelompok -kelompok yang berbeda untuk masing-masing memberi sebagian jawaban. b) Seluruh kelas dapat memberi jawaban secara serentak. c) Seluruh siswa yang menanggapi dapat menulis jawabannya di papan tulis atau di kertas pada saat yang sama. d) Guru dapat meminta siswa lain menambahkan jawaban bila jawaban yang diberikan belum lengkap. Pendekatan Snowball Throwing Pendekatan snowball throwing adalah pendekatan pembelajaran yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya satu kelompok. Lemparan pertanyaan menggunakan kertas yang berisi pertanyaan yang diremas menjadi bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaan. Langkah-langlah pembelajaran menggunakan pendekatan snowball throwing sebagai berikut (Agus Suprijono 2010:128) : 8 a. Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan kompetensi dasar yang ingin dicapai. b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua untuk diberikan penjelasan materi. c. Masing-masing ketua kembali ke kelompoknya, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. d. Kemudian masing-masing siswa diberi satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar ke kelompok yang lain f. Setelah tiap kelompok mendapat satu bola atau pertanyaan. Siswa diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. g. Evaluasi h. Penutup Berdasarkan hasil-hasil temuan dan penelitian, dikatakan jika guru menggunakan model pembelajaran yang monoton atau biasa saja atau dengan kata lain menggunakan metode ceramah akan menimbulkan suasana jenuh pada peserta didik, hanya guru yang mempunyai andil dalam belajar, sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat saja. Lain halnya dengan model pembelajaran yang menggunakan strategi pembelajaran yang menyenangkan, kreatif dan inovatif misalnya model pembelajaran kooperatif atau dengan permainan, siswa akan lebih aktif dan menjadikan suasana kelas lebih menyenangkan serta tidak menimbulkan kejenuhan. Selain itu, siswa mempunyai peran yang sangat penting, atau bahkan seorang siswa dapat menjadi guru diantara teman-teman lainnya. METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang sesuatu dengan menggunakan alat ukur tertentu yaitu dengan cara mengumpulkan hasil tes untuk menggambarkan tentang kemampuan 9 penalaran siswa setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing. b. Kemampuan penalaran siswa pada pembelajaran matematika model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut: a. Aktivitas siswa pada proses pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing adalah tingkat keaktifan siswa selama proses pembelajaran, yang dilihat dari hasil pengamatan. b. Kemampuan penalaran siswa adalah kemampuan menarik kesimpulan melalui langkah-langkah formal yang didukung oleh argumen matematis berdasarkan pernyataan yang diketahui benar atau yang telah diasumsikan kebenarannya, yang dilihat dari hasil tes siswa dalam mengerjakan soal-soal tipe penalaran. Indikator penalaran yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah : (a) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan diagram; (b) Kemampuan mengajukan dugaan; (c) Kemampuan melakukan manipulasi matematika; (d) Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi; (e) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan; (f) Memeriksa kesahihan suatu argumen; (g) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Data kemampuan penalaran ini dikumpulkan melalui tes tertulis yang dinilai menggunakan teknik analisis dokumen. Subyek Penelitian 10 Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII semester 2 SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang tahun ajaran 2012/2013. Pemilihan subjek penelitian ini karena di SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang pembagian kelas berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Sehingga dalam penelitian ini diambil kelas VII-4 yang kemampuan penalaran siswanya tidak terlalu baik. Prosedur Penelitian Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menentukan subjek penelitian. b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran c. Menyiapkan bahan ajar. b. Menyiapkan sumber dan media pembelajaran. c. Menyiapkan instrument penelitian (perangkat soal-soal tes, lembar pengamatan). d. Melaksanakan pembelajaran berdasarkan model pembelajaran. e. Melakukan pengamatan aktivitas siswa dengan lembar pengamatan keaktifan siswa. f. Melakukan tes pada akhir pembelajaran, bentuk tes uraian g. Melakukan penilaian jawaban siswa h. Mengolah dan menganalisa hasil penilaian dan pengamatan i. Menentukan criteria keberhasilan j. Melakukan pembahasan k. Menarik kesimpulan Metode Pengumpulan Data a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode untuk menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, majalah, peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data nama siswa yang termasuk dalam populasi dan sampel penelitian serta untuk memperoleh data nilai ulangan siswa kelas VII SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang. b. Metode Observasi Metode observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengetahui tingkat keaktifan dari aktivitas siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing menggunakan lembar pengamatan berupa cek list sesuai indikator dan deskriptor aktivitas yang telah ditentukan, dengan kategori pengamatan:. sangat rendah, rendah , sedang/cukup, dan tinggi. c. Metode Tes 11 Metode tes adalah metode pengumpulan data dengan cara memberikan sejumlah item soal kepda subyek penelitian. Pada penelitian ini metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai hasil belajar pada materi luas dan keliling segi empat setelah dikenai perlakuan. Metode tes ini dianggap merupakan alternatif terbaik untuk mendapatkan data cerminan dari suatu eksperimen. Dengan tes inilah diharapkan diperoleh data kuantitatif. Data tes diperoleh juga dengan memeriksa lembaran jawaban tes yang kemudian dianalisis untuk melihat kemampuan penalaran siswa. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data deskriptif kualitatif. Instrumen Penilaian a. Instrumen Tes Tes yang disajikan berbentuk uraian. Soal yang disajikan berjumlah 5 (lima) dan merupakan soal penalaran. Tes diberikan untuk melihat bagaimana kemampuan kognitif siswa dalam menyelesaikan kemampuan penalaran secara formal. Soal penalaran yang diberikan berupa soal uraian yang dibedakan menjadi atas dua tipe, yaitu : 1). Quesion at lower level of cognitif domain ( tipe soal pada tingkatan kognitif yang lebih rendah), yaitu tipe soal yang bersifat hapalan/ingatan atau prosedure tanpa koneksi secara matematis. Soal pada level ini melibatkan pengingatan atau pengulangan kembali terhadap fakta atau masalah rutin sebelumnya yang telah dipelajari, umumnya tidak bersifat ambigu, tidak memiliki koneksi terhadap banyak konsep, dan penjelasannya hanya berkisar kepada prosedur penyelesaian yang biasa digunakan. 2). Question at higher level of cognitif domain (tipe soal pada tingkatan kognitif yang lebih tinggi), yakni tipe soal yang menggunakan prosedur dengan koneksi secara matematis. Soal pada level ini membutuhkan penggunaan prosedur yang sangat erat kaitannya dengan konsep-konsep dasar, dapat melibatkan beberapa cara untuk menemukan penyelesaiannya, memerlukan upaya kognitif, serta pemikiran kompleks dan nonalgoritmik (Arbaugh dan Brown dalam Thompson, 2006: 4). 12 b. Instrumen Observasi Instrumen variabel aktivitas terdiri dari 8 deskriptor. Pengelompokan jawaban siswa dibagi dalam empat rentang skor dengan kategori 1, 2, 3, dan 4 yaitu sangat rendah, rendah , sedang/cukup, dan tinggi. Tahap Analisis Data Setelah proses pembelajaran selesai, pada pertemuan keempat peneliti mengadakan tes kemampuan penalaran yang soal-soalnya berupa soal penalaran. Selanjutnya peneliti mengolah data yang telah diperoleh dari tes untuk mengetahui kemampuan penalaran siswa. Tabel 2. Kriteria Penskoran Soal Penalaran 4 3 2 1 0 Skor Kriteria Respon (penyelesaian) diberikan secara lengkap dan benar. Respon diberikan dengan satu kesalahan/ kekurangan yang signifikan Respon benar secara parsial dengan lebih dari satu kesalahan/kekurangan yang signifikan. Respon tidak terselesaikan secara keseluruhan namun mengandung sekurang-kurangnya satu argumen yang benar. Respon berdasarkan argumen yang salah, atau tidak ada respon Jumlah soal tes uraian ada 5 butir dengan skor maksimal 4 butir dengan pengelompokan jawaban siswa dibagi dalam lima rentang skor yakni 0, 1, 2, 3, dan 4 Bila rentang skor diskoring dari 0 hingga 100 maka rentang setiap skor akan terjadi selisih nilai 20 sehingga dapat dibuat kategori sebagai berikut. Tabel 3. Kemampuan Penalaran 80% £ 100% 60% £ 80% 40% £ 60% / 20% £ 40% Prosentase skor Kategori Penalaran < A% Sangat Baik < A% Baik < A% Sedangcukup < A% Kurang baik 13 £ 20%A% Sangat tidak baik Sedangkan Instrumen variabel aktivitas terdiri dari 8 deskriptor. Pengelompokan jawaban siswa dibagi dalam empat rentang skor dengan kategori 1, 2, 3, dan 4 yaitu sangat rendah, rendah , sedang/cukup, dan tinggi. Bila rentang skor diskoring dari 0 hingga 100 maka rentang setiap skor akan terjadi selisih nilai 25 sehingga dapat dibuat kategori sebagai berikut. Tabel 4. Kategori Aktivitas Belajar 75% £ 100% 50% £ 75% / 25% £ 50% £ 25% Prosentase skor Kategori Aktivitas < A% Tinggi < A% Sedangcukup < A% Rendah A% Sangat rendah Indikator Keberhasilan a. Keberhasilan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing ini dilihat dari ketercapaian indikator keberhasilan yaitu skor kemampuan penalaran siswa menunjukkan bahwa 75 % atau lebih siswa dari seluruh subyek penelitian memiliki kemampuan penalaran baik atau sangat baik. b. Keberhasilan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan pendekatan Snowball Throwing ini juga dilihat dari ketercapaian indikator aktivitas belajar yaitu skor aktivitas siswa menunjukkan bahwa 75 % atau lebih siswa dari seluruh subyek penelitian memiliki aktivitas belajar kategori sedang atau tinggi. c. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diamati pada ranah pengetahuan datanya diambil dari metode tes. Dalam penelitian ini standar hasil belajar sesuai KKM adalah 70 dengan ketuntasan belajar klasikal 75%. Jika indikator tersebut dipenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dengan 14 pendekatan Snowball Throwing baik diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk melatih kemampuan penalaran siswa di SMP. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Observasi Kegiatan observasi atau pengamatan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa pada pembelajaran matematika model kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing. Kegiatan observasi dilaksanakan sebanyak 4 kali (pertemuan pertama sampai ke-empat). Berdasakan hasil pengamatan aktivitas belajar siswa dari pertemuan pertama sampai dengan ke-empat selalu mengalami peningkatan aktivitas belajar, hal ini dikarenakan siswa telah memiliki kemampuan prasyarat yang cukup untuk pembelajaran selanjutnya. Lembar observasi aktivitas belajar siswa terdiri dari 8 indikator dan masing-masing indikator memiliki 4 deskriptor. Berikut adalah tabel distribusi frekuensi nilai aktivitas siswa pada pembelajaran matematika model kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing yang diambil pada observasi pertemuan ke-empat. Tabel 5. Distribusi Skor Aktivitas Belajar Siswa No Ketercapaian % 1 2 3 4 5 6 7 8 Indikator aktivitas Skor Maks Skor Prosentase Keterangan Visual Activities 4,00 3,314 82,85 Tinggi Oral Activities 4,00 2,638 65,95 Sedang/Cukup Listening Activities 4,00 3,184 79,6 Tinggi Writing Activities 4,00 3,136 78,4 Tinggi Drawing Activities 4,00 2,909 72,73 Sedang/Cukup Motor Activities 4,00 2,64 66,0 Sedang/Cukup Mental Activities 4,00 2,746 68,65 Sedang/Cukup Emosional Activities 4,00 3,768 94,2 Tinggi Rata-rata skor 3,042 76,05 Tinggi Hasil mean pencapaian indikator aktivitas belajar secara klasikal adalah 76,05% artinya aktivitas belajar yang dimiliki siswa tinggi. Analisis Hasil Belajar Hasil belajar pada ranah kognitif ini datanya diambil dengan metode tes (pencils and paper test) dilakukan diakhir pembelajaran pada pertemuan ke-empat. Selanjutnya nilai 15 rata-rata hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan snowball throwing dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Deskripsi Statistik Hasil Belajar Siswa Descriptive Statistics niiiliN iiii31 25 100 76,45 14,329 31 laHB Vald N (istwse) Minmum Maxmum Mean Std. Devaton Dengan melihat tabel di atas diperoleh nilai minimum hasil belajar kognitif adalah 25 dan nilai maksimum yang dicapai 100 dengan nilai rata-rata sebesar 76,45. Pembahasan Pada pembelajaran matematika model kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing, guru mengarahkan siswa untuk mencari atau menyelidiki dan membuktikan sendiri kebenaran suatu konsep matematika yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu masalah matematika. Dalam pelaksanaannya dengan bantuan alat peraga model bangun datar dari kertas, siswa dilatih untuk bernalar, bekerjasama, mengkomunikasikan, dan merumuskan kesimpulan sendiri dari hasil diskusi atau penyelidikannya. Kelebihan dari pelaksanaan pembelajaran matematika model kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing adalah pemahaman siswa mengenai konsep yang dipelajari menjadi lebih baik. 16 Gambar 1. Pembelajaran dengan model Snowball Throwing Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal tipe penalaran termasuk dalam kategori tinggi secara klasikal. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data yang telah dilakukan. Persentase siswa yang memenuhi kriteria tinggi mencapai sebesar 90,32 % atau sebanyak 28 siswa memiliki tingkat penalaran yang baik dengan nilai rata-rata kelas 75,48 pada kompetensi keliling dan luas bangun datar segi empat. Ditinjau dari aktivitas belajar siswa menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing juga telah memenuhi kriteria pencapaian yang diharapkan, yaitu terdapat 76,01 % siswa berada pada kategori memiliki aktifitas belajar yang tinggi. Gambar 2. Aktivitas Belajar Siswa 17 Meskipun secara klasikal siswa telah masuk pada kategori aktifitas tinggi, ternyata tidak semua deksriptor yang ada semuanya tercapai. Hali ini diakibatkan karena siswa masih belum menguasai materi yang dipelajari dan masih lemahnya kemampuan penalaran siswa, tetapi dari pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan keempat mengalami peningkatan. Dari sini tampak bahwa pembelajaran model kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing dapat melatih kemampuan penalaran siswa. Sedangkan dalam menyelesaikan soal tes kemampuan penalaran, masih terdapat 9,68 % dari seluruh siswa yang termasuk kategori tingkat penalarannya rendah sampai sedang. Setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa ternyata kesalahan siswa adalah lemahnya dalam melakukan manipulasi solusi. Padahal kemampuan melakukan manipulasi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mengerjakan soal tipe penalaran. Selain itu, kesalahan yang sering dilakukan siswa adalah masih kurangnya siswa untuk menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar. Dari data yang diperoleh, dapat dilihat implikasi pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing dalam menyelesaikan soal-soal penalaran formal adalah penggunaan konsep secara benar oleh siswa sehingga kesimpulan atau jawaban bisa diperoleh. Pembelajaran matematika kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing memerlukan proses bernalar terutama saat menemukan konsep matematika ataupun konsep yang benar. Beberapa siswa kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal penalaran yang banyak dilakukan siswa adalah saat siswa harus memanipulasi soal atau solusi yang ada.. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata persentase skor ketercapaian untuk soal tipe kognitif tinggi 76,07 % yaitu dan skor ketercapaian untuk tipe kognitif rendah yang sebesar 74,62%. Dari seluruh kegiatan penelitian yang telah dilakukan, peneliti merangkum beberapa hal yang menghambat pencapaian hasil yang optimal dalam kegiatan pembelajaran antara lain sebagai berikut: 1. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan penggunaan waktu secara efisien sehingga seluruh langkah-langkah pembelajaran terlaksana dengan baik. 2. Masih perlunya pengarahan atau bimbingan dari guru saat mencari ide untuk menyelesaikan masalah yang ada. 18 3. Penguasaan materi prasyarat dan penggunaan alat peraga perlu diperhatikan guna mempersiapkan kegiatan apersepsi sebaik mungkin sehingga siswa lebih mudah memahami materi selanjutnya dan menyelesaikan soal-soal secara baik. Dari hasil penelitian ini, hasil belajar yang diamati pada ranah pengetahuan datanya diambil dari metode tes mencapai nilai rata-rata 75,48, ini berarti standar hasil belajar telah mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yakni 70 dengan ketuntasan belajar klasikal 75%. Berdasar dari hasil tes tertulis yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran siswa pada pembelajaran matematika kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing masuk dalam kategori baik. Begitu juga data observasi yang didapat disimpulkan bahwa siswa kelas VII SMP Islam Sultan Agung Semarang masuk kategori memiliki aktifitas belajar matematika yang tinggi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa : 1. Kemampuan penalaran siswa pada pembelajaran matematika model Kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing di kelas VII.4 SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang, secara klasikal masuk tingkat kategori baik dengan rata-rata persentase sebesar 90,32% memiliki penalaran matematika baik. 2. Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran matematika model kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing kelas VII-4 SMP Islam Sultan Agung 4 Semarang, secara klasikal termasuk dalam kategori tinggi, dengan persentase sebesar 76,01 % siswa aktif. 3. Pada ranah pengetahuan, tes hasil belajar siswa mencapai nilai rata-rata 76,45, ini berarti standar hasil belajar telah mencapai KKM yang ditetapkan sekolah yakni 70 dengan ketuntasan belajar klasikal 81% Saran Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, berikut disampaikan saran dan masukan sebagai rekomendasi. 1. Bagi Guru 19 Pembelajaran matematika model Kooperatif tipe Numbered Heads Together dengan pendekatan Snowball Throwing dapat menjadi solusi untuk guru sebagai alternatif pembelajaran inovatif dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa. 2. Bagi siswa Dalam meningkatkan penguasaan materi, hendaklah siswa mengulang kembali materi sebelumnya yang telah dipelajari dan memperbanyak latihan pengerjaan soal-soal khususnya soal jenis penalaran. DAFTAR PUSTAKA Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni. 2009. Matematika Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMP. Jakarta : Balitbang Depdiknas. Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika SMP. Jakarta : Balitbang Depdiknas. Hamalik, Oemar. 2008. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo Lehmann, S. 2001. A Quick Introduktion to Logic. Tersedia pada http://www.ucc.ucon.edu/~wwwphil/logic.pdf. diakses pada tanggal 29 september 2012. Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang- Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. Nizard, A.. 2009. Kontribusi Matematika dalam Membangun Daya Nalar dan Komunikasi Siswa. Tersedia pada http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-2-no-2-achmad- nizar.pdf. Diakses pada tanggal 13 desember 2012. Poerwodarminto. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III. Jakarta: Balai Pustaka Rochmad. 2008. Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme. Tersedia pada http://rochmad.unnesblogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktif- deduktif.html. Diakses pada 14 Maret 2013. Sardiman.A.M.2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 20 Shadiq, F. 2007. Penalaran atau Reasoning: Mengapa Perlu Dipelajari Para Siswa di Sekolah? Tersedia pada http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/ok- penalaran_gerbang_.pdf. Diakses pada tanggal 14 januari 2013. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2001. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: CV Sinar Baru Algesindo. Suherman, E, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: FPMIPA UPI. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suyitno, Amin. 2006. Dasar-Dasar Dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Jurusan Matematika UNNES Thompson, J. 2006. Assessing Mathematical Reasoning; An Action Research Project. Tersedia pada http://www.msu.edu/~thomp603/assess%20reasoning.pdf. Diakses pada tanggal 10 mei 20012. Wardhani, S. 2004. Penilaian Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi. Makalah Disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMK tanggal 7 s.d 20 Juli 2004 di PPPG Matematika Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta. 21