KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadhirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semuanya. Amin. Dari pertolongan Allah jualah tulisan ini terhimpun menjadi buku yang kami beri judul: “ HUKUM ISLAM: ANTARA TEKS DENGAN KONTEKS ( Studi tentang Hukum Islam antara Normatif dengan Empiris untuk Menggali Maqashid al-Syari’ah dalam Upaya mewujudkan Fikih Indonesia).
Kumpulan tulisan ini merupakan hasil dari penelitian penulis yang dipublikasikan melalui jurnal hukum terakreditasi Dikti Fakultas Hukum UII Yogyakarta maupun Fakultas Hukum UMY di Yogyakarta dan sebagian tulisan yang lain merupakan karya profesi penulis sebagai persyaratan calon hakim Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2012.
Sebagai seorang dosen di samping sebagai advokat khususnya bidang hukum Islam mulai tahun 1986 dalam pengalaman lapangan untuk penegakan hukum Islam di Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama maupun Mahkamah Agung Bidang Lingkungan Peradilan Agama ditemukan adanya pergulatan ‘teks’ dengan ‘konteks’ dan/atau pergulatan”teologis-normatif” dengan “historisempiris” merupakan suatu kenescayaan, karena hukum telah selesai
iv
diundangkan yang bersifat normatif, deduktif sedangkan kehidupan masyarakat dalam biidang hukum bersifat dinamis, empiris, induktif dan kasuistis. Dari situ pola pikir ‘atas-bawah’ saja tidak cukup untuk mewujudkan keadilan substansial, tetapi dibutuhkan pola pikir ‘bawah-atas’ untuk mempertimbangkan ‘historitas’ atau ‘tarikhiyyat’ sehingga hukum itu menyambung dengan kehidupan untuk mewujudkan keadilan. Dari epistemologi di atas, maka dapat diketahui dan dipahami nuansa buku ini dalam penerapan ide hukum pada suatu kasus yang bersifat kasuistis dengan wujud mengembangkan teks undang-undang yang merupakan suatu keharusan, yang akhirnya suatu produk putusan hukum dari lembaga pengadian merupakan produk hukum yang apabila sudah mempunyyai kekuatan hukum yang tetap harus diakui dan ditaati dan produk hukum dari putusan pengadilan itu dapat disumbangkan kepada hukum nasional yang akhirnya dapat dipahami sebagai wujud ‘fikih Indonesia’. Tiada gading yang tak retak, demikianpun dalam tulisan ini, yang penting kita memulai dan ada wujudnya, mudah-mudahan termasuk ‘ ‘ilm yuntafa’u bihi’ kepada sesamanya. Amiin. Wallahu ‘alamu bi ash-shawwab. Semarang, 25 Desember 2012 Khisni